INDUSTRI KONSENTRAT BUAH: BERHARAP BUAH INDONESIA MENJADI TUAN RUMAH DI NEGERI SENDIRI

Ditulis untuk Majalah LPM Faperta UNS: FOLIA

Perkembangan industri pangan, khususnya minuman berbasis buah-buahan, di Indonesia begitu pesat. Pada Tahun 2013 volume penjualan minuman berbasis buah-buahan diperkirakan 528 juta liter, dan akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Data dari Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) menunjukkan bahwa pertumbuhan minuman ready to drink (RTD) juice pada kurun waktu 2006-20011 tertinggi dibanding jenis minuman lain, yaitu mencapai 16,3% per tahun. Diduga pertumbuhan pesat ini disebabkan karena persepsi konsumen terhadap buah-buahan yang dapat memberikan manfaat bagi kesehatan.

Setiap kategori produk minuman berbasis buah, diwajibkan mengandung buah asli dengan kadar minimal yang dipersyaratkan, yaitu sari buah (>90%), minuman sari buah (35-90%), minuman buah (10-35%), minuman mengandung buah (5-10%), dan minuman rasa buah (<5%).  Buah yang digunakan sebagai bahan baku untuk membuat minuman tersebut biasanya berasal dari konsentrat buah. Konsentrat merupakan produk pekatan sari  buah  dengan  konsentrasi padatan  terlarut  mencapai  25  – 68 oBrix.  Berdasarkan padatannya, konsentrat  dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu  :  semi konsentrat (24 –  25  %) ; konsentrat (25 –  68 %), dan super konsentrat (>70 %).

Saat ini, di pasaran mulai dikenal produk minuman dengan buah yang jarang ditemui di Indonesia, antara lain blackcurrant, pomegranate, barbados cherry, dan cranberry.  Dari hasil kunjungan penulis ke berbagai industri minuman, diperoleh informasi bahwa konsentrat buah yang digunakan masih impor. Hal ini masih dapat dimengerti. Sayangnya, konsentrat buah-buahan yang produksinya melimpah di Indonesia, seperti mangga, jeruk, dan jambu, pun juga impor. Dinyatakan oleh Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) yang dilansir oleh detik.com (12/02/13), impor konsentrat buah ini dikarenakan kontinuitas kuantitas dan kualitas produk dalam negeri tidak bisa diandalkan. Sebuah ironi terjadi lagi di negeri yang kaya akan sumber daya pertanian ini.

Potensi Buah-buahan Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara dengan biodiversitas terbesar di dunia, termasuk sebagai sumber buah-buahan tropis. Lebih dari 60 jenis buah-buahan dapat tumbuh di Indonesia. Berbagai jenis buah tersebut dapat dikelompokkan menjadi buah unggulan (mangga, manggis, nanas, pepaya, pisang dan salak); buah konsumsi masyarakat (belimbing, duku, sawo, rambutan, semangka, dan 18 jenis buah lainnya); serta buah langka (binjai, cempedak, duwet, kawista, kesemek, dan 26 jenis buah lainnya). Bahkan dalam satu jenis buah, dapat terdiri dari banyak varietas, kultivar, dan galur dengan karakteristik berbeda. Misalnya pada buah mangga, dapat dijumpai mangga arumanis, mangga gedong, mangga golek, mangga manalagi, mangga podang, dan sebagainya yang masing-masing mempunyai bentuk, citarasa, dan warna yang spesifik.

Tidak hanya jenis buahnya saja, secara kuantitas, produksi buah-buahan sangat berlimpah. Badan Pusat Statistik RI (2013) menyebutkan bahwa pada Tahun 2012 kisaran produksi mangga di seluruh Indonesia mencapai 2,3 juta ton; jeruk 1,6 juta ton; pisang 6 juta ton; nanas 1,7 juta ton; dan salak 1 juta ton. Selain itu terdapat pula pepaya, durian manggis, alpukan, langsat, jambu, nangka, rambutan, sawo dan markisa yang diproduksi dalam kisaran ratusan ribu ton. Keanekaragaman dan melimpahnya produksi buah tersebut sebenarnya merupakan indikasi bahwa keberlanjutan industri konsentrat buah domestik dapat terjamin.

 

Teknologi Proses Produksi Konsentrat Buah

Selain persepsi konsumen terhadap buah sebagai sumber mikronutrient yang menyehatkan, buah sebagai sumber flavor dan warna yang menyegarkan turut mendukung pertumbuhan minuman berbasis buah. Sepertinya peluang ini belum tergarap maksimal oleh pemerintah dan industri di Indonesia, sehingga potensi unggul dari buah-buah asli Indonesia belum dikelola secara optimal. Padahal pengolahan buah menjadi konsentrat sebagai bahan baku flavor minuman mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan sekedar nilai ekonomi buah meja (fresh fruit) atau buah olahan (processed fruit).

Teknologi proses produksi konsentrat buah sebenarnya tidak sulit dan dapat diterapkembangkan di dalam negeri. Daging buah yang telah bersih dihancurkan dan diekstraksi dengan air dengan perbandingan tertentu. Selanjutnya dilakukan evaporasi untuk memekatkan ekstrak buah. Teknologi untuk mengolah buah menjadi konsentrat sudah eksis, namun penelitian dan pengembangan proses produksi konsentrat buah oleh ahli pangan harus terus menerus dilakukan. Peran pada peneliti di bidang pangan terutama untuk eksplorasi flavor dari buah-buahan Indonesia yang belum tergali optimal serta optimasi proses untuk meningkatkan efisiensi.

 

Tuntutan Kualitas

Dalam mengembangkan industri buah menjadi konsetrat buah masih banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama terkait dengan kualitas. Industri konsentrat buah membutuhkan pasokan bahan baku yang kualitas dan kuantitasnya dapat terjamin dari waktu ke waktu. Padahal kondisi iklim di Indonesia memungkinkan tanaman buah mudah terserang oleh hama dan penyakit. Dengan demikian teknologi budidaya tanaman serta good agricultural practices (GAP) buah harus dikembangkan dan diaplikasikan untuk menjamin hasil panen buah-buahan memenuhi persyaratan untuk diolah menjadi bahan baku konsentrat buah. Para akademisi dan  peneliti mempunyai peran besar dalam bidang ini, yaitu mengembangkan teknologi budidaya tanaman buah yang tahan penyakit dan karakteristik buahnya diinginkan oleh industri.

Pengembangan dan penerapan teknologi budidaya saja tidak cukup, mengingat karakteristik buah yang sangat mudah rusak (perishable). Perubahan yang terjadi selama pasca panen berpotensi merubah karakteristik sekaligus menurunkan kualitas buah. Untuk menghindari hal tersebut, perlakuan pasca panen yang baik atau good handling practices (GHP) harus diterapkan. Tujuannya adalah untuk meminimalisir susut pasca panen sebelum buah diolah. Selanjutnya, untuk mengolah buah menjadi konsentrat, penerapan Cara Pengolahan Pangan yang Baik (CPPB) atau good manufacturing practices (GMP) harus diterapkan secara konsisten. Stabilitas mutu produk konsentrat buah harus selalu dijaga, sebab konsentrat buah ini bakal menjadi bahan baku bagi industri lain.

 

Upaya Komprehensif

Penelitian dan pengembangan oleh para ahli, serta penerapan GAP, GHP, dan GMP yang berkesinambungan oleh para praktisi akan memperbesar peluang keberhasilan industri konsentrat buah di dalam negeri. Untuk mewujudkannya, tentu diperlukan manajemen agribisnis yang baik, tidak hanya pada tataran praktisi (industri) namun juga pada tataran pengambil kebijakan (pemerintah). Dalam hal ini sebenarnya telah dikeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 30/M-DAG/PER/5/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. Batasan-batasan impor produk hortikultura yang diatur  oleh pemerintah dalam peraturan tersebut, seharusnya memberikan peluang bagi industri domestik untuk merebut pasar konsentrat buah. Tentu saja industri konsentrat buah dalam negeri harus mampu menghadirkan produk yang kualitasnya mampu bersaing di pasaran. Upaya komprehensif dan kerjasama semua pihak, akan memberikan harapan bagi buah-buahan Indonesia agar dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri.