VISA SCHENGEN
Mengurus VISA adalah hal yang gampang-gampang susah. Gampang karena syarat-syaratnya sudah terpampang nyata di web kedutaan. Susah, karena kadang-kadang syarat yang kita bawa belum sesuai dengan keinginan mereka. Dan akhir-akhir ini, untuk mendapatkan VISA ke Eropa harus ada sesi wawancara (NB: seingat saya waktu 2010 mengurus VISA Schengen tidak ada kewajiban ke Jakarta untuk wawancara).
Ramadhan Tahun 2013, saya mengurus VISA untuk keberangkatan saya ke Belgia guna mengikuti training pengolahan cokelat yang diselenggarakan Ghent University dan dibiayai sepenuhnya oleh VLIR-UOS. Penerbangan saya via Belanda, oleh karena itu saya harus mengurus VISA Schengen, dan mengurusnya di kedutaan Belanda (bukan kedutaan Belgia).
Ternyata untuk mendapatkan slot wawancara saya bukan perkara mudah. Sebab pada saat itu merupakan high season (mungkin musim liburan sekolah dan musimnya keberangkatan sekolah ke Eropa). Untuk membuat appointment wawancara harus secara online melalui web kedutaan di https://jakarta.embassytools.com/ Web tersebut hanya akan menampilkan jadwal appointment hingga dua minggu ke depan, dan akan di update setiap jam 6 sore waktu Jakarta. Tiga hari saya tongkrongi web itu sejak jam 6 kurang seperempat, tiga kali pula saya gagal mendapatkan jadwal appointment. Untunglah pada hari ke empat, saya akhirnya mendapatkannya. #Berkah Ramadhan, karena sesiangan saya terus berdoa agar mendapatkan jadwal.
Setelah satu tantangan terlewati,tiba saatnya saya berangkat ke Jakarta untuk wawancara. Tidak ada yang spesial dalam perjalanan ke Jakarta hingga tiba saat wawancara. Sebelumnya tidak ada perasaan grogi sama sekali untuk mengurus VISA ini, sebab saya merasa semua syarat yang terpampang nyata dan cetar membahana di web kedutaan sudah saya penuhi.
Hanya saja ketika saya mengantri, saya sempat berkenalan dengan seorang dosen pula yang datang ketiga kalinya ke kedutaan karena telah dua kali gagal dalam memenuhi VISA. Keyakinan saya mulai sedikit goyah. Apalagi saya mendapatkan kenyataan pahit bahwa 3 orang yang antri persis di depan saya secara berturut-turut tidak berhasil! Ada bermacam-macam alasan, salah satunya adalah tidak membawa surat keterangan bahwa dia seorang pegawai ditempatnya bekerja.
Dyiaaaar! Saya pun tidak membawanya karena saya simpan rapi di meja kerja saya. Lutut saya cukup lemas membayangkan saya harus kembali lagi ke Solo dalam keadaan puasa hanya untuk mengambil surat keterangan dan membuat appointment lagi dan kembali ke Jakarta lagi, sekaligus bertepatan dengan arus mudik menjelang lebaran pula! Berkah Ramadhan saya harapkan kembali. Saya pun berdoa sekuat hati sekaligus memikirkan strategi untuk mensiasati hal itu. Alhamdulillah, kombinasi KTP, Karpeg, dan UNS Medical Card mampu membuktikan bahwa saya adalah dosen UNS!
Dari obrolan dengan para resahwan dan resahwati yang sedang antri mengurus VISA, ada hal-hal yang sebaiknya dipersiapkan meskipun tidak terpampang nyata di web kedutaan, antara lain:
- Akta kelahiran dan fotokopinya
- Ijazah terakhir dan fotokopinya
- Surat keterangan kerja dari instansi tempat bekerja
- Surat ijin untuk bepergian dari instansi tempat bekerja
- Surat ijin untuk bepergian dari suami (khusus untuk wanita yang sudah besuami)
Hal-hal tersebut tidak selalu ditanyakan. Tapi jika seandainya bila kebetulan ditanyakan dan membuat gagal mengurus VISA, bakal bikin gondok segondok-gondoknya! Dan kenapa perlu sekaligus disiapkan fotokopian? Karena perlembar fotokopi di sana Rp 5.000,- !
SEMOGA BERMANFAAT 🙂