BIOACTIVE PEPTIDES FROM MILK PROTEIN: THE FUTURE FUNCTIONAL INGREDIENTS

Dimuat dalam FOOD REVIEW INDONESIA Volume VIII No 7 Juli 2013

Susu, dalam hal ini adalah susu sapi, merupakan sumber beragam zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, antara lain protein, lemak, serta senyawa-senyawa mikronutrien lainnya. Susu mengandung protein hingga 33 gram dalam satu liternya. Dalam SNI disebutkan bahwa susu segar diharuskan mengandung protein sedikitnya 2,7% (b/b). Protein dalam susu setidaknya terdiri dari dua fraksi utama, yaitu kasein dan whey, dengan perbandingan 70:30. Awalnya, sejak ditemukan proses pembuatan keju, kasein lah yang dianggap sebagai komponen utama dari protein susu, sedangkan whey sekedar fraksi ikutan belaka. Namun seiring berkembangnya trend pangan fungsional dewasa ini, terbukti bahwa protein whey juga mempunyai peranan penting untuk meningkatkan bioaktifitas produk turunan susu.

PEPTIDA AKTIF PADA PROTEIN SUSU

Peptida aktif dapat didefinisikan sebagai fragmen protein spesifik yang mempunyai pengaruh baik bagi kesehatan dan fungsi metabolisme dalam tubuh.  Protein susu, bukan hanya kasein namun juga whey, merupakan sumber peptida aktif yang penting.

Kasein yang terdiri dari α-kasein, β-kasein, dan κ-kasein mempunyai aktivitas biologis sebagai pembawa kalsium, seng, zat besi, dan fosfat ke seluruh tubuh. Di samping itu, kasein merupakan prekursor berbagai komponen peptida aktif, seperti caseinophosphopeptides (CPPs), glycomacropeptides (GMP), dan kasomorfin. CPPs mempunyai peran penting dalam transport dan penyerapan mineral, sedangkan GMP berguna untuk mengikat toksin.

Protein whey pada susu mengandung α-laktalbumin (α-La), β-laktoglobulin (β-Lg), dan beragam jenis protein minor lainnya, seperti immunoglobulin (Ig), albumin (BSA), laktoferin (LF), laktoperoksidase (LP), proteose-peptones, dan lysozyme.  Konstituen whey protein tersebut adalah prekursor bagi α-laktorfin, β-laktorfin, laktoferosin, laktoferisin, leusin, isoleusin, dan valin yang merupakan peptida aktif. Peptida aktif ini mempunyai aktivitas biologis dan fisiologis yang berbeda dengan prekursornya.

 

BIOAKTIFITAS PEPTIDA

            Protein susu tanpa dihidrolisis menjadi peptida aktif sudah mempunyai sifat fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan. Kasein (α,β, dan κ) yang merupakan  fraksi terbesar dalam protein susu berfungsi sebagai pembawa ion Ca, PO4, Fe, Zn, dan Cu.  β-laktoglobulin mempunyai peran untuk mengangkut retinol dan mengikat asam lemak. Kemampuan sebagai antimikrobia ditunjukkan oleh laktoferin, laktoperoksidase, dan lysozyme, sedangkan aktifitas antikarsinogenik dimiliki oleh α-laktalbumin. Selain antikarsinogenik, α-laktalbumin bermanfaat untuk immunomodulasi dan pembawa ion Ca dalam tubuh. Immunoglobulin, meskipun komponen minor dalam protein susu, ternyata juga berfungsi memperkuat sistem imun.

Proses fermentasi dan hidrolisis enzimatis dapat dilakukan pada protein susu untuk memproduksi peptida aktif yang mempunyai sifat fungsional yang berbeda. Peptida aktif kasomorfin, α-laktorfin, dan β-laktorfin (yang merupakan hidrolisat dari protein whey) menunjukkan sifat sebagai opioid agonis (mampu menimbulkan efek pada reseptor opioid), sedangkan laktoferoksin  dan kasoksin mempunyai aktifitas opioid antagonis (mampu mengikat reseptor opioid). Kasokinin, kasoplatelin, immunopeptida, fosfopetida, dan laktoferisin berturut-turut mempunyai sifat fungsional antihipertensi, antitrombotik, immunostimultan, pembawa mineral, dan antimikrobia.

Peptida aktif juga memberikan pengaruh pada sistem tubuh, antara lain sistem kardiovaskular, pencernaan, imunitas tubuh, serta kesehatan tulang dan gigi. Dengan demikian peptida aktif dapat digunakan untuk terapi bagi penderita diare, trombosis, karies gigi, penyerapan mineral yang buruk, dan defisiensi sistem imun tubuh. Penelitian terbaru juga menunjukkan peptida aktif dari protein susu mampu menurunkan resiko terjadinya obesitas. Bioaktifitas peptida ini ternyata tergantung pada komposisi dan urutan asam amino. Ukuran rantai yang mempunyai sifat fungsional dapat bervariasi antara 2-20 asam amino.

Korhonen (2009) menunjukkan secara skematis manfaat peptida aktif dari protein susu, seperti terlihat pada Gambar 1. Aktifitas peptida tergantung pada komposisi dan urutan asam amino

Gambar 1. Manfaat peptida aktif dari protein susu bagi kesehatan

Sumber: Korhonen (2009)

 

Terkait dengan dengan kesehatan jantung, peptida aktif bermanfaat untuk mencegah aktivitas angiotensin-converting enzyme (ACE-inhibitory). ACE berperan untuk mengatur tekanan darah, sehingga pencegahan terhadap aktivitas ACE sama dengan memberikan efek antihipertensi. Selain dari protein whey, proses fermentasi atau hidrolisis kasein dapat menghasilkan peptida aktif yang berfungsi sebagai ACE-inhibitory. Beberapa penelitian menyatakan laktotripeptida (Ile-Pro-Pro) dan (Val-Pro-Pro) dapat menurunkan systolic blood pressure (SBP) dan diastolic blood pressure (DBP), namun dengan hasil bervariasi pada setiap penelitian karena dipengaruhi dosis atau perbedaan strain yang digunakan untuk fermentasi protein susu. Di samping keduanya tersebut, sekuen (Leu-Pro-Pro) dan (Tyr-Pro) juga teridentifikasi mempunyai potensi sebagai ACE-inhibitory.

Sifat antioksidatif ditunjukkan oleh peptida aktif prolin, histidin, tyrosin atau triptophan. Aktifitas antioksidatif peptida mampu mencegah oksidasi lipid dengan berbagai cara, termasuk inaktivasi ROS (reactive oxygen species), penangkapan radikal bebas, pencelat logam, dan reduksi hidroperoksida. Antioksidan tipe pencelat logam ditunjukkan oleh albumin dan laktoferin, sedangkan tyrosin dan sistin mampu menangkap radikal bebas.Dengan demikian protein hidrolisat atau peptida aktif sangat erat kaitannya dengan pencegahan kanker, karena penyakit tersebut disebabkan oleh kerusakan DNA akibat oksidasi dan terbentuknya radikal bebas di dalam tubuh.  Perbedaan tipe hidrolisat kasein akan mempunyai pengaruh yang berbeda pula.

Laktoferisin adalah turunan dari laktoferin yang mempunyai kemampuan sebagai antibakteri, baik bakteri gram-positif maupun gram-negatif, sekaligus anti-jamur dan anti-yeast. Mekenisme aktivitas antimikrobia ini ditunjukkan dengan kemampuan peptida aktif dalam mengatur respon terhadap infeksi.

 

PENGARUH PROSES PENGOLAHAN

Pemanasan

            Pemanasan merupakan proses yang umum dilakukan dalam pengolahan susu, sehingga menyebabkan denaturasi protein. Proses tersebut memungkinkan penurunan nilai gizi meskipun penurunan tersebut tergantung intensitas panas yang digunakan. Selain terhadap nilai gizi, pemanasan dapat menurunkan kelarutan protein, sekaligus meningkatkan kemampuan mengikat air dan emulsifikasi. Aktifitas bioaktif protein dapat berkurang dengan perlakuan pemanasan, namun perlakuan pasteurisasi 72oC selama 15 detik ternyata mampu mempertahankan aktifitas protein whey.

Selama proses pemanasan lisin dapat bereaksi dengan karbohidrat sehingga menyebabkan reaksi pencoklatan non-enzimatis (reaksi maillard). Reaksi ini dapat berpengaruh terhadap sifat organoleptik produk, seperti aroma, citarasa, dan kenampakan. sekaligus menurunkan bioavaibilitas lisin. Susu merupakan produk yang potensial mengalami reaksi maillard karena kadar laktosa dan lisin yang tinggi.

Fermentasi

Fermentasi lazimnya melibatkan mikrobia (contoh: Bakteri Asam Laktat), baik yang ada secara alami maupun ditambahkan. Mikrobia tersebut selama petumbuhannya akan menghidrolisis gula dan protein, sehingga akan menghasilkan rantai asam amino yang berbeda serta asam amino tunggal. Derajat proteolisis yang terjadi tergantung dengan spesies mikrobia yang digunakan dan kondisi fermentasi. Peptida dan asam amino yang terbentuk selama fermentasi akan merubah sifat fungsional, rheologi, sensori, dan biologis produk.

Susu yang difermentasi menjadi susu asam diketahui mengandung peptida (Val-Pro-Pro) dan (Ile-Pro-Pro) yang mempunyai sifat ACE-inhibitory. Peptida yang sama juga ditemukan pada keju. Peptida tersebut meningkat selama pematangan keju, namun pada level tertentu justru akan turun. CPPs juga dapat terbentuk selama proses fermentasi keju.

Fermentasi  susu dengan campuran bakteri asam laktat yang dilanjutkan dengan hidrolisis menggunakan mikrobia protease akan meningkatkan aktifitas ACE-inhibitory. Peptida yang teridentifikasi mampu menurunkan hipertensi tesebut adalah (Gly-Thr-Trp) dan (Gly-Val-Trp). Mikrobia yang dapat dimanfaatkan untuk untuk memproduksi peptida aktif antara lain  Lactobacillus helveticus, Enterococcus faecalis (yang diisolasi dari susu segar), Lactobacillus acidophilus, Bifidobacterium lactis dan Lactobacillus casei. Mikrobia tersebut terbukti mampu menghasilkan produk susu terfermentasi yang mempunyai aktifitas ACE-inhibitory, namun hasil fermentasi L. acidophilus yang paling kuat aktifitas ACE-inhibitory-nya.

Hidrolisis Enzimatis

Produksi peptida aktif dari susu dapat dilakukan dengan hidrolisis enzimatis. Enzim yang umum digunakan untuk hidrolisis adalah pepsin, tripsin and kimotripsin. Hasil hidrolisis kasein menggunakan enzim-enzim tersebut diketahui mempunyai aktifitas ACE-inhibitory yang lebih tinggi dibandingkan hidrolisat protein whey.  Namun demikian, peptida yang berasal dari whey seperti Ala-Leu-Pro-Met-His-Ile-Arg (ALPMHIR) hasil hidrolisis β-laktoglobulin mempunyai aktifitas antihipertensi yang kuat. Hidrolisis susu dengan  enzim proteolisis lainnya seperti alcalase, thermolysin, dan subtilisin yang dilanjutkan dengan hidrolisis pepsin dan tripsin dapat menghasilkan peptida aktif yang mempunyai aktifitas ACE-inhibitory, antibakteri, antioksidatif, dan immunomodulatory.

Whey dari susu yang dihidrolisis sering dikenal dengan nama Whey Protein Hydrolysat (WPH). Kemampuan enzim untuk menghidrolisis protein whey sangat bervariasi. Pepsin dan tripsin dapat mendegradasi α-laktalbumin, namun sulit untuk menghidrolisis β-laktoglobulin. Kimotripsin dapat menghidrolisis β-laktoglobulin, meskipun lambat. Papain dapat menghidrolisis β-laktoglobulin dengan cepat, namun justru tidak dapat memecah α-laktalbumin.

            Selain mempengaruhi sifat fungsionalnya, hidrolisis juga dapat mempengaruhi karakteristik fisik susu. Hidrolisis rantai peptida dapat meningkatkan sifat hidrofobik, kelarutan, stabilitas terhadap panas, kemampuan emulsifikasi dan membentuk busa, sekaligus

menurunkan berat molekul, viskositas, stabilitas emulsi, serta stabilitas busa. Perubahan sifat tersebut tergantung dari derajat hidrolisisnya. Selain itu, tentu saja modifikasi konfigurasi molekuler juga terjadi selama hidrolisis.

 

APLIKASI INDUSTRI TERKINI

Proses produksi keju, yoghurt, dan susu asam telah terbukti menghasilkan peptida aktif yang bermanfaat bagi kesehatan. Beberapa perusahaan di dunia telah memasarkan produk turunan susu tersebut yang disertai klaim kesehatannya. Di Jepang, Calpis Co. memasarkan susu asam dengan merk Calpis disertai klaim mampu menurunkan tekanan darah. Peptida fungsional yang disebutkan pada produk tersebut adalah (Val-Pro-Pro) dan (Ile-Pro-Pro) yang merupakan turunan dari β-kasein dan κ-kasein. Di Finlandia, terdapat produk susu fermentasi yang diperkaya kalsium yang diproduksi oleh Valio Oy. Produk yang dipasarkan dengan merk Evolus tersebut mempunyai klaim kesehatan dan kandungan peptida aktif yang sama dengan susu asam Calpis.

Selain produk turunan susu yang siap dikonsumsi langsung, beberapa produsen di Belanda memproduksi hidrolisat protein. Hidrolisat tersebut merupakan produk ingredien fungsional yang diklaim mempunyai efek kesehatan. Produk-produk Ingridien berbasis hidrolisat protein susu yang diproduksi di Belanda antara lain merk Cysteine Peptide (menaikkan level energi), C12 (menurunkan tekanan darah), PeptoPro (meningkatkan kemampuan atletik dan pemulihan otot), serta Vivinal Alpha (membantu relaksasi). Di Swedia, beredar produk Capolac, yaitu ingredien yang mengandung CPPs. Produk yang diproduksi oleh Arla Foods Ingredients tersebut diklaim mampu membantu penyerapan mineral

Industri produk turunan susu telah eksis hampir di seluruh dunia, meskipun sebagian belum menyatakan klaim kesehatannya. Namun, untuk industri peptida yang bersumber dari protein susu, sampai saat ini masih dalam tahap pengembangan. Tantangan terbesar dalam mengembangan industri peptida aktif adalah proses pemisahan dan purifikasi.

Beberapa metode telah dikembangkan untuk fraksinasi peptida-peptida hasil hidrolisis. Sentrifugasi dapat dilakukan untuk memisahkan bahan tidak larut. Untuk meningkatkan kelarutannya direkomendasikan untuk dilakukan proses klarifikasi. Metode lain untuk memisahan asam amino dengan sekuen yang berbeda adalah kromatografi (HPLC, 2D-LC, RP-HPLC, dan ion-exchange chromatography). Namun, teknik kromatografi belum memungkinkan untuk digunakan dalam produksi skala komersial. Metode fraksinasi yang memungkinkan diaplikasikan dalam skala industri adalah menggunakan membran filtrasi. Teknik membran pertukaran ion terbukti dapat memisahkan laktoferrin dan laktoperoksidase dari whey keju. Kombinasi perlakuan membran filtrasi dan kromatografi, seperti mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, reverse osmosis, nanofiltrasi, gel filtrasi, dan ion-exchange chromatography dapat dilakukan untuk isoolasi dan pengkayaan protein susu.

TANTANGAN SELANJUTNYA

Proses terbentuknya peptida aktif dan manfaatnya bagi kesehatan telah banyak diketahui. Namun demikian, masih banyak penelitian dan pengembangan yang harus dilakukan untuk mengeksplorasi peptida aktif dari protein susu lebih jauh, salah satunya adalah interaksi peptida aktif atau asam amino dengan komponen makanan lain selama proses pengolahan. Interaksi yang terjadi kemungkinan dapat berpengaruh terhadap bioaktifitas peptida tersebut, yaitu dapat melemahkan atau justru memperkuat.

Pengembangan teknologi fraksinasi dan purifikasi peptida aktif dari hidrolisatnya juga penting untuk dilakukan. Seperti pada pembahasan sebelumnya, setiap peptida mempunyai sifat fungsional yang berbeda-beda. Teknologi purifikasi akan memberikan peluang bagi industri pangan untuk memproduksi peptida aktif yang dapat digunakan sebagai ingridien dalam pembuatan pangan fungsional. Meskipun beberapa produk hidrolisat kasein telah diproduksi secara komersial dengan teknik separasi membran, peningkatan efisiensi purifikasi masih perlu untuk dilakukan. Pengembangan selanjutnya, hidrolisat yang telah murni atau mengandung peptida aktif dengan konsentrasi tinggi dapat dilakukan mikro/nanoenkapsulasi untuk menghasilkan produk ingridien yang stabil pada saat ditambahkan pada proses pengolahan pangan fungsional.

REFERENSI

C. Muro Urista, R. Álvarez Fernández, F. Riera Rodriguez, A. Arana Cuenca and A. Téllez Jurado. 2011. Review: Production and functionality of active peptides from milk. Food Science and Technology International (2011) 17: 293

Korhonen, Hannu., Anne Pihlanto-Leppala, Pirjo Rantamaki, and Tuomo Tupasela. 1998. Impact of processing on bioactive proteins and peptides. Trends in Food Science & Technology 9 (1998) 307-319

Korhonen, Hannu., 2009. Milk-derived bioactive peptides: From science to applications. Journal of Functional Foods I (2009) 177-187