KRITIK TERHADAP KA SRIWEDARI

The picture is taken from solopos.com

Sejak Senin (05/11/12) PT KAI Daop VI Yogyakarta telah mengoperasikan KA Sriwedari AC, yang notabene merupakan pengganti KA Prameks. Langkah peremajaan tersebut patut mendapat apresiasi, namun sayangnya harga KA Sriwedari AC dua kali lipat dibandingkan KA Prameks. Sebenarnya KA Prameks adalah moda transportasi andalan para penglaju Jogja-Solo. Merujuk pada tulisan Eko (KR, 31/9/12), sekitar 6.000 orang diangkut menggunakan KA Prameks setiap harinya, sehingga PT KAI Daop VI Yogyakarta meraup untung hingga 21 miliar per tahun dari KA Prameks saja. Dengan hitungan sederhana, maka dapat diperkirakan penggantian KA Prameks dengan KA Sriwedari AC akan meningkatkan keuntungan Daop VI akan meningkat hingga dua kali lipat.

Peningkatan profit Daop VI tersebut dipastikan tidak akan berbanding lurus dengan kepuasan konsumen. Para pelanggan jelas akan kecewa dengan kebijakan ini, meskipun mungkin pada akhirnya beberapa konsumen akan “mengalah” sebab pada kenyataannya KA Prameks memang sudah tidak layak jalan hingga akhirnya terguling di Kalasan (23/9/12). Tentu sangat sadis apabila ada yang mengatakan bahwa kecelakaan KA Prameks yang menyebabkan 39 orang terluka tersebut merupakan bagian dari konspirasi Daop VI untuk menghapus KA Prameks. Namun, agaknya tidak salah apabila disebutkan bahwa tergulingnya KA Prameks dimanfaatkan sebagai momentum bagi Daop VI untuk mengganti KA Prameks dengan KA Sriwedari AC dengan harga tiket yang lebih mahal, dengan tujuan meningkatkan keuntungan perusahaan.

Kebutuhan Pelanggan

Pemenuhan kebutuhan pelanggan merupakan langkah pertama dalam menjamin keberlanjutan suatu perusahaan, termasuk bagi PT KAI Daop VI Yogyakarta. Sesungguhnya, kebutuhan para pelanggan kereta api komuter Jogja-Solo cukup sederhana, yaitu a) ketepatan waktu keberangkatan dan tiba sampai tujuan; b) tersedianya transportasi pada jam-jam berangkat dan pulang kerja; dan c) harga tiket yang terjangkau. KA Sriwedari AC mungkin dapat memenuhi kebutuhan poin a), namun kebutuhan pelanggan akan poin b) dan c) tidak terpenuhi. Jadwal yang diperoleh di Stasiun Lempuyangan menyebutkan bahwa kereta Sriwedari AC pertama berangkat pukul 05.21, sedangkan kereta kereta kedua berangkat pukul 08.36. Dapat dibayangkan, para pekerja akan terlalu pagi apabila berangkat menggunakan kereta pertama, dan terlalu terlambat apabila menggunakan kereta kedua. Dalam hal ini Daop VI sudah gagal memenuhi satu dari tiga kebutuhan utama pelanggan.

Harga tiket KA Prameks disebut-sebut merupakan harga tiket kereta komuter termahal di Indonesia (meskipun masih terjangkau oleh para penglaju Jogja-Solo). Dan ternyata sekarang Daop VI mengoperasikan kereta dengan harga tiket yang jauh lebih mahal lagi dengan dalih ada penambahan fasilitas AC. Fasilitas AC dan tempat duduk yang nyaman bukan merupakan kebutuhan utama pelanggan. Para penglaju sudah sangat terbiasa dengan kondisi kereta yang panas dan tanpa tempat duduk yang nyaman. Sekali lagi, yang perlu diprioritaskan untuk kepuasan pelanggan adalah ketersediaan kereta, ketepatan waktu, dan harga tiket yang terjangkau. Sungguh ironis, perusahaan sebesar PT KAI yang mendapatkan subsidi dari pemerintah tidak becus untuk memenuhi (hanya tiga saja) kebutuhan pelanggan.

Penerapan Sistem Manajemen Mutu

Sistem Manajemen mutu dapat diartikan sebagai sistem yang digunakan untuk menetapkan kebijakan oleh manajemen puncak berkaitan dengan arah organisasinya di bidang mutu  dan sasaran mutu untuk kepuasan konsumen. Dalam suatu sistem manajemen mutu, terdapat beberapa elemen penting yang perlu diperhatikan, antara lain: 1) fokus pada pelanggan; 2) kepemimpinan manajemen puncak; serta 3) perbaikan yang berkesinambungan. Mengacu pada standard ISO 9001 tentang Sistem Manajemen Mutu yang telah diakui secara internasional, digambarkan secara jelas bahwa manajemen (dalam hal ini manajemen PT KAI) bertugas untuk menangkap segala sesuatu yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen terhadap produk yang akan dihasilkannya. Selanjutnya, PT KAI berkewajiban menerjemahkan aspirasi tersebut dengan cara merancang, merencanakan, mengadakan, dan mengalokasikan segala sumber daya yang dibutuhkan untuk memenuhi keinginan konsumen tersebut.

Alangkah lucunya ketika beberapa waktu yang lalu Daop VI memutuskan untuk mengoperasikan Kereta Api Bathara Kresna yang menghubungkan Jogja-Sukoharjo-Solo dengan harga tiket yang lebih mahal dari KA Prameks dan tanpa sasaran konsumen yang jelas. Sementara, trayek Jogja-Solo yang mempunyai pelanggan tetap justru diabaikan. Waktu telah membuktikan, saat ini pengoperasian KA Bathara Kresna sudah  dihentikan karena Daop VI mengalami kerugian. Kejadian tersebut mengisyaratkan bahwa seolah-olah PT KAI tidak merencanakan dan mengalokasikan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan konsumennya, sekaligus membuktikan bahwa produk yang dibuat tanpa memperhatikan kebutuhan konsumen, tidak akan berumur panjang. Berkaca pada KA Bathara Kresna, keberlanjutan KA Sriwedari AC yang diluncurkan tanpa memperhatikan kebutuhan pelanggan juga perlu disangsikan.

Tugas dari manajemen tidak berhenti sampai melemparkan produknya ke konsumen, tetapi juga wajib melakukan evaluasi terhadap produk pelayanan yang telah dihasilkan. Dalam hal ini, manajemen PT KAI selayaknya mampu mengevaluasi diri terhadap kinerja yang dihasilkan sekaligus menerima kritikan dari para konsumennya. Berdasarkan hasil evaluasi itulah, manajemen kembali merencanakan dan mengalokasikan sumber daya untuk menghasilkan produk pelayanan yang lebih baik. Demikian seterusnya, maka konsep perbaikan berkesinambungan tersebut akan terus berjalan. Kinerja PT KAI yang lebih baik dari waktu ke waktu, tentu akan meningkatkan kepuasan, kepercayaan, dan kesetiaan konsumen, sekaligus kredibilitas perusahaan, yang selanjutnya akan meningkatkan profit perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas, maka direkomendasikan bagi PT KAI untuk mengimplementasikan Sistem Manajemen Mutu di perusahaannya agar dapat terus meningkatkan kualitas pelayanannya kepada masyarakat. Apabila para pejabat PT KAI tidak mampu menerapkannya, mungkin memang selayaknya dilakukan perombakan manajemen besar-besaran di PT KAI. Seyogyanya, hal ini tidak hanya diterapkan pada Daop VI Yogyakarta saja, tetapi dapat diterapkan di seluruh jajaran manajemen PT KAI. Toh tidak sedikit pula konsumen di kota-kota besar lainnya mengeluhkan pelayanan PT KAI. Semoga Kementerian BUMN dan kementerian terkait dapat menindaklanjuti harapan dari para konsumen PT KAI.

🙂