TOT KEPEMIMPINAN

In class training

Tanggal 13/14 November 2012, saya mendapatkan surat tugas untuk mengikuti TOT Kepemimpinan, sebagai kapasitas  saya sebagai dosen pembina UKM HIMAGHITA. Ada ungkapan menarik dari seorang trainer yang patut dicermati. Apakah di Indonesia ini terlalu sering training kepemimpinan, sehingga semua orang merasa pantas menjadi pemimpin dan susah diatur (dipimpin)? Tetapi tidak juga, seharusnya dalam training kepemimpinan, sudah tercakup bagaimana menjadi seorang pemimpin yang baik dan bagaimana pula menjadi anak buah yang dipimpin baik. Namun bukan itu sebenarnya yang ingin saya tulis di sini.

Dalam salah satu sesi training, terdapat sedikit pembahasan budaya kerja organisasi. Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja (Sumber : Drs. Gering Supriyadi,MM dan Drs. Tri Guno, LLM ). Budaya kerja memang sangat diperlukan dalam suatu organisasi, sehingga menjadikan kinerja organisasi itu baik. Hanya saja pertanyaan saya adalah, mengapa seringkali pergantian budaya kerja dilakukan seiring dengan pergantian pejabat/pimpinannya. Ambil contoh Presiden yang dipilih setiap 5 tahun sekali, begitu pula gubernur, bupati, walikota, lurah, rektor, dekan, dan sebagainya. Artinya setiap 5 tahun sekali budaya kerja itu mempunyai kemungkinann untuk berganti. Atau paling banter 10 tahun berganti, apabila incumbent kembali terpilih pada periode berikutnya.

Tentu saja yang namanya pembentukan budaya baru, membutuhkan proses yang tidak singkat. Bayangkan saja apabila setiap  5 atau 10 tahun budaya kerja itu berganti pada suatu insitusi akibat dari pergantian pejabat. Mungkin saja, proses pembentukan budaya kerja yang lama belum selesai (belum mendarah daging di anak buahnya), harus sudah belajar budaya kerja baru lagi.  Kalau begini terus, maka kapan kita akan sampai??? Padahal belum tentu juga budaya kerja yang dibuat oleh pejabat baru itu lebih baik daripada yang lama. Sehingga, seyogyanya pergantian pejabat tidak harus selalu diiringi dengan pergantian budaya kerja. Dan juga, waktu kerja pimpinan akan berkurang karena harus terus menerus sosialisasi budaya kerja baru yang dibuatnya. Dengan kata lain, tidak perlu gengsi untuk tetap meneruskan budaya kerja yang sudah dijalankan oleh pejabat lama jika itu memang baik. Wallahualam.

🙂

Outbond